Beranda | Artikel
Gharqad, Pohon Yahudi?
Senin, 18 Desember 2017

GHARQAD, POHON YAHUDI?

Oleh
Ustadz Abu Humaid Arif Syarifuddin Lc

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Kiamat tidak akan terjadi sehingga kaum Muslimin memerangi Yahudi, lalu kaum Muslimin akan membunuh mereka sampai-sampai setiap orang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon, tetapi batu dan pohon itu berkata, ‘Wahai Muslim, wahai hamba Allah, ada orang Yahudi di belakangku, kemarilah dan bunuhlah dia.’ Kecuali (pohon) gharqad karena ia adalah pohon Yahudi.

TAKHRIJ HADITS
Hadits dengan lafazh seperti ini dibawakan oleh Muslim dalam Shahih-nya di kitab al Fitan wa Asyrathus-Sa’ah, bab Laa taqumus-sa’atu hatta yamurrar-rajulu fi qabarir-rajuli, no. 2922. Demikian pula Imam Ahmad dalam Musnad-nya hadits no. 27502. Sedangkan Bukhari membawakan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu ini dengan lafazh semakna, namun tanpa menyebutkan kata gharqad dalam kitab al Jihad wasy-Sayr, bab Qitalul Yahud, no. 2926. Juga Imam Ahmad pada hadits no. 10476.

Dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu yang dibawakan oleh Bukhari terdapat dalam kitab al Manaqib, bab ‘Alamatun Nubuwwah fil Islam, hadits no. 3593. Muslim di kitab al Fitan wa Asyrathus-Sa’ah,bab Laa taqumus-sa’atu hatta yamurrar-rajulu fi qabarir-rajuli, hadits no. 2921. At Tirmidzi dalam Sunan-nya di kitab al Fitan, bab Maa ja-a fi ‘alamatid-Dajjal, hadits no. 2236 serta Imam Ahmad dalam Musnad-nya, hadits no. 6112, 6151 dan 5330, semuanya dari jalur Salim bin ‘Abdullah bin ‘Umar dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma dengan lafazh :

تُقَاتِلُكُمُ الْيَهُودُ فَتُسَلَّطُونَ عَلَيْهِمْ ثُمَّ يَقُولُ الْحَجَرُ يَا مُسْلِمُ هَذَا يَهُودِيٌّ وَرَائِي فَاقْتُلْهُ

Kaum Yahudi, nanti akan memerangi kalian. Akan tetapi kalian (diberi kekuatan) menguasai (mengalahkan) mereka, kemudian (sampai) batu pun berkata : “Wahai Muslim, ada orang Yahudi di belakangku, bunuhlah dia“.

Sedangkan Ibnu Majah membawakan berita tentang peperangan di akhir zaman antara kaum Muslimin dengan kaum Yahudi serta pohon gharqad ini, dalam hadits yang panjang tentang kemunculan Dajjal dan fitnahnya, dari riwayat Abu Umamah al Bahili Radhiyallahu ‘anhu dalam kitab al Fitan, bab Fitnatud-Dajjal wa Khuruju ‘Isa Ibni Maryam Alaihissallam, no. 4077. Dalam sanadnya terdapat perawi yang lemah, yaitu Isma’il bin Rafi’ Abu Rafi’ al Muzani al Anshari[1], dan didha’ifkan oleh Syaikh al Albani dalam Dha’if Sunan Ibni Majah, no. 4077. Namun hampir seluruh isinya memiliki pendukung-pendukung yang shahih dari periwayatan para sahabat yang lain secara terpisah-pisah (kecuali sedikit yang tidak didapati adanya riwayat pendukung), seperti dijelaskan secara terperinci oleh Syaikh al Albani dalam risalahnya yang berjudul Qishshatul-Masihid-Dajjal wa Nuzulu ‘Isa Ibni Maryam Alaihissallam wa Qatluhu Iyyahu[2], dan Syaikh al Albani menshahihkannya dalam Shahih Jami’is- Shaghir, no. 7875.

BIOGRAFI ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU ‘ANHU[3]
Menurut pendapat mayoritas, nama beliau adalah ‘Abdurrahman bin Shakhr ad Dausi. Pada masa jahiliyyah, beliau bernama Abdu Syams, dan ada pula yang berpendapat lain. Kunyah-nya Abu Hurairah (inilah yang masyhur) atau Abu Hir, karena memiliki seekor kucing kecil yang selalu diajaknya bermain-main pada siang hari atau saat menggembalakan kambing-kambing milik keluarga dan kerabatnya, dan beliau simpan di atas pohon pada malam harinya. Tersebut dalam Shahihul Bukhari, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memanggilnya, “Wahai, Abu Hir”.

Ahli hadits telah sepakat, beliau adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Abu Muhammad Ibnu Hazm mengatakan bahwa, dalam Musnad Baqiy bin Makhlad terdapat lebih dari 5300 hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.

Selain meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau Radhiyallahu ‘anhu juga meriwayatkan dari Abu Bakar, Umar, al Fadhl bin al Abbas, Ubay bin Ka’ab, Usamah bin Zaid, ‘Aisyah, Bushrah al Ghifari, dan Ka’ab al Ahbar Radhiyallahu ‘anhum . Ada sekitar 800 ahli ilmu dari kalangan sahabat maupun tabi’in yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dan beliau Radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang paling hafal dalam meriwayatkan beribu-ribu hadits. Namun, bukan berarti beliau yang paling utama di antara para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Imam asy Syafi’i berkata,”Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang paling hafal dalam meriwayatkan hadits pada zamannya (masa sahabat).”

Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu masuk Islam antara setelah perjanjian Hudaibiyyah dan sebelum perang Khaibar. Beliau Radhiyallahu ‘anhu datang ke Madinah sebagai muhajir dan tinggal di Shuffah.[4]

Amr bin Ali al Fallas mengatakan, Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu datang ke Madinah pada tahun terjadinya perang Khaibar pada bulan Muharram tahun ke-7 H.

Humaid al Himyari berkata,”Aku menemani seorang sahabat yang pernah menemani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selama empat tahun sebagaimana halnya Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan ibu Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, agar Allah memberinya hidayah untuk masuk Islam, dan do’a tersebut dikabulkan. Beliau Radhiyallahu ‘anhu wafat pada tahun 57 H menurut pendapat yang terkuat.

MUFRADAT HADITS DAN FAIDAH-FAIDAHNYA
1. Kata-kata (لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى …) yang artinya “kiamat tidak akan terjadi sehingga… ”.
Hal ini menunjukkan, apa yang akan disebutkan setelahnya merupakan suatu tanda di antara tanda-tanda bakal datangnya hari kiamat. Bila peperangan antara kaum Muslimin dengan Yahudi nanti terjadi, maka berarti kiamat betul-betul telah dekat. Maka terjadinya hari kiamat dikaitkan dengan tanda-tanda tersebut, akan tetapi bukan berarti Allah tidak kuasa menegakkan kiamat tanpa tanda-tanda, melainkan karena adanya hikmah yang Allah kehendaki. Sekaligus, ini sebagai bukti rahmat Allah, agar para hambaNya senantiasa waspada dan berhati-hati. Juga untuk menunjukkan kesempurnaan pengaturan Allah terhadap seluruh makhlukNya dengan kekuasaan dan kehendakNya.

Apa yang diberitakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini sebuah berita ghaib, yang pasti benar dan pasti akan terjadi. Karena, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengucapkan perkara syari’at dengan kemauan diri sendiri, apalagi perkara-perkara ghaib yang tidak dapat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketahui, melainkan berasal dari wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوحَى.

Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). [an Najm/53 : 3-4].

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَداً. إِلاَّ مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَداً

(Dia-lah Allah) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhaiNya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. [al Jin/72 : 26-27].

قُلْ لا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ، إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَى وَالْبَصِيرُ أَفَلا تَتَفَكَّرُونَ

Katakanlah : “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku”. Katakanlah : “Apakah sama antara orang yang buta dengan orang yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)? [al An’aam/6 : 50].

2. Kata-kata حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ … yang artinya, sehingga kaum Muslimin memerangi Yahudi, lalu kaum Muslimin akan membunuh mereka … Sedangkan dalam hadits Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma di atas tersebutkan dengan lafazh تُقَاتِلُكُمُ الْيَهُودُ فَتُسَلَّطُونَ عَلَيْهِمْ yang artinya, kaum Yahudi nanti akan memerangi kalian, tetapi kalian akan (diberi kekuatan) menguasai (mengalahkan mereka) …

Bila kedua lafazh ini digabungkan, menunjukkan kedua pihak akan saling menyerang. Hanya saja, akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan kekuatan kepada kaum Muslimin, sehingga dapat mendesak dan membuat kaum Yahudi takluk. Peristiwa ini terjadi pada saat kemunculan Dajjal[5] dan turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam[6]. Yaitu ketika kaum Muslimin berada di barisan Nabi ‘Isa Alaihissallam, sedangkan Yahudi bersama Dajjal[7], hingga ‘Isa Alaihissallam membunuh Dajjal di Bab Lud.[8]

Ada pula yang berpendapat, peperangan yang dimaksud dalam hadits di atas adalah beberapa waktu sebelum kemunculan Dajjal dan turunnya ‘Isa Alaihissallam, kemudian berlanjut hingga Dajjal muncul yang diikuti oleh Yahudi, dan ‘Isa Alaihissallam turun, lalu bergabung bersama barisan kaum Muslimin.

Dalam hadits Abu Umamah Radhiyallahu ‘anhu yang panjang terdapat kata-kata:

وَمَعَ الدَّجَّالِ يَوْمَئِذٍ سَبْعُونَ أَلْفَ يَهُودِيٍّ كُلُّهُمْ ذُوْ سَيْفٍ مُحَلًّى وَسَاجٍ

dan bersama Dajjal saat itu ada tujuh puluh ribu orang Yahudi masing-masing membawa pedang yang dihiasi (permata) dan (memakai) jubah (selempang) [(berwarna hitam (hijau)], yang menunjukkan bahwa peperangan yang akan terjadi itu dengan menggunakan pedang seperti masa lampau. Tidak dengan senjata api maupun senjata berat, seperti yang kita lihat sekarang ini. Begitu pula senjata yang digunakan oleh Nabi ‘Isa Alaihissallam ketika membunuh Dajjal nanti, berwujud tombak (pendek).[9]

Dan kata-kata (تُقَاتِلُكُمُ الْيَهُودُ) dalam lafazh hadits Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, sebagaimana dijelaskan oleh al Hafizh Ibnu Hajar[10], menunjukkan kebolehan menyampaikan pernyataan kepada seseorang, dalam hal ini maksudnya adalah (orang lain) yang sejalan dengannya (semisalnya). Karena, pernyataan di atas disampaikan di hadapan para sahabat, akan tetapi yang dimaksudkan adalah orang-orang yang akan datang setelah mereka, yaitu dalam kurun waktu yang panjang. Mereka memiliki kesamaan dalam hal keimanan, sehingga hal itu pantas untuk disampaikan kepada para sahabat.

Berita dalam hadits ini merupakan kabar gembira bagi umat Islam. Merupakan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu berupa kemenangan atas musuh kaum Muslimin. Musuh yang paling dengki dan paling keras permusuhannya terhadap umat Islam, yaitu bangsa Yahudi.[11]

Ya, hal itu pasti terjadi, berdasarkan kehendak kauninyah Allah Subhanahu wa Ta’ala . Akan tetapi bukan berarti kaum Muslimin menjadi terlena, dan diam berpangku tangan menunggu datangnya kemenangan tersebut, tanpa mengambil sebab-sebab yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapkan bersamaan dengan ketetapan takdir kauniNya itu. Karena, Allah tidak menjadikan sesuatu, melainkan Allah tetapkan bersamanya sebabnya, sebagai suatu hikmah yang Allah kehendaki. Jadi, dalam kehidupan dunia ini terdapat hukum sebab-akibat yang harus dijalani oleh manusia. Sehingga kemenangan kaum Muslimin atas musuh Islam yang diberitakan dalam hadits di atas pun tidak dapat dicapai, kecuali dengan menjalani sebab-sebab syar’i yang telah Allah gariskan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri … [ar-Ra’d/13:11].

Artinya, Allah menjadikan adanya perubahan keadaan, yang baik maupun yang buruk, pada suatu kaum dengan sebab yang diusahakan oleh kaum itu sendiri. Jika suatu kaum dalam keadaan baik, penuh dengan kenikmatan, kemudian mereka melakukan sesuatu yang menyebabkan hilangnya kebaikan tersebut, maka Allah akan merubah keadaan mereka menjadi buruk dan sengsara, dan demikian pula sebaliknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّراً نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkanNya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” [al Anfal/8 : 53].

Dengan demikian, jika kaum Muslimin ingin mengentaskan diri dari keterpurukan, kehinaan, penindasan musuh serta hilangnya martabat, harga diri dan kewibawaan, kemudian ingin meraih kejayaan, kemuliaan dan kewibawaan, maka harus merubah diri, dengan cara-cara yang sesuai syar’i, sebagaimana telah ditunjukkan oleh Allah. Yakni dengan berpegang teguh kepada KitabNya dan Sunnah RasulNya. Mengaplikasikan dalam kehidupannya. Menjalankan agama Allah dengan sebenar-benarnya, secara ikhlas dan sesuai pemahaman yang benar, sebagaimana para salafush-shalih dahulu. Isyarat mengenai hal ini, bisa kita dapatkan dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى دِيْنِكُمْ

Apabila kalian berjual-beli dengan ‘inah (yakni riba), mengambil ekor-ekor sapi dan rela dengan cocok tanam (yakni tenggelam dengan urusan dunia) dan meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menimpakan kehinaan atas kalian, yang tidak akan Allah angkat, hingga kalian kembali kepada agama kalian.[12]

Asy Syaukani menyatakan, dalam hal ini terdapat peringatan keras, beliau (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) menunjukkan terpuruknya (umat Islam) dalam perkara-perkara di atas dikarenakan pembelotannya terhadap agama.[13]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. [Muhammad/47:7].

Syaikh al Albani berkata,”Di antara perkara yang disepakati, tanpa ada perselisihan di antara kaum Muslimin –wa lillahil hamdu- bahwa makna ‘jika kamu menolong agama Allah …’ adalah, ‘jika kamu mengamalkan apa yang Allah perintahkan kepadamu, niscaya Allah akan menolong (memenangkan) kamu atas musuh-musuhmu’.”[14]

Beliau rahimahullah juga menerangkan, kunci kembalinya kejayaan (kemuliaan) Islam ialah dengan menerapkan ilmu yang bermanfaat dan mengerjakan amal shalih. Demikian ini suatu perkara mulia, yang tidak mungkin dicapai kaum Muslimin kecuali dengan menjalankan metode tashfiyah (pemurnian) dan tarbiyah (pendidikan, pengajaran)[15]. Yakni, dalam urusan aqidah maupun yang lainnya dari urusan-urusan agama ini.

3. Kata-kata (حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ) yang artinya, sampai-sampai setiap orang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon ….
Hal ini menunjukkan terdesaknya kaum Yahudi ketika kaum Muslimin menyerang mereka, hingga mereka pun mencari tempat-tempat persembunyian.

4. Kata-kata فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ … (tetapi batu dan pohon itu berkata …).
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata,”Dalam hadits ini terdapat (berita) adanya tanda-tanda menjelang datangnya hari kiamat. Di antaranya, berbicaranya benda-benda mati, seperti pohon dan batu. Dan berdasarkan lahirnya, adalah berbicara secara hakiki, meskipun ada kemungkinan adanya makna kiasan. Maksudnya, bersembunyi (di balik benda-benda tersebut) tidak bermanfaat bagi mereka (Yahudi). Tetapi, (makna) yang pertama (secara lahiriyah) adalah lebih utama.”[16]

Dalam hadits Abu Umamah Radhiyallahu ‘anhu terdapat kalimat sebagai berikut:

فَلاَ يَبْقَى شَيْءٌ مِمَّا خَلَقَ اللهُ يَتَوَارَى بِهِ يَهُودِيٌّ إِلاَّ أَنْطَقَ اللهُ ذَلِكَ الشَّيْءَ لاَ حَجَرٌ وَلاَ شَجَرٌ وَلاَ حَائِطٌ وَلاَ دَابَّةٌ …

Maka tidak ada satupun ciptaan Allah yang dijadikan tempat persembunyian Yahudi, melainkan Allah jadikan ia berbicara, baik batu, pohon, tembok maupun hewan …

Hal ini menunjukkan bahwa, Allah Maha kuasa atas segala sesuatu dengan kehendakNya yang sempurna. Dan apa yang dikuatkan oleh al Hafizh Ibnu Hajar di atas telah didukung dengan banyak dalil, baik dari al Qur`an maupun as Sunnah.

5. Kata-kata إِلاَّ الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ (Kecuali (pohon) gharqad karena ia adalah pohon Yahudi).
Yakni, pohon tersebut tidak berbicara sebagaimana yang lainnya.

Imam an Nawawi berkata,”Gharqad adalah sejenis pohon berduri yang dikenal di Negeri Baitul Maqdis (Palestina). Di sanalah Dajjal dan Yahudi (akan) dibunuh (yakni oleh Nabi Isa’ Alaihissallam dan kaum Muslimin).

Abu Hanifah ad Dinawari berkata,’bila ‘Ausaj[17] telah menjadi besar, maka disebut Gharqad’.”[18]

Ibnu al Atsir menerangkan tentang gharqad, adalah sejenis pohon ‘idhah (pohon besar) dan pohon berduri. Bentuk tunggalnya “gharqadah”. Dan di antaranya pula ada pemakaman penduduk Madinah yang disebut Baqi’ al Gharqad[19], karena dahulu, di tempat tersebut terdapat pohon ini, yang kemudian ditebang[20]. Kemudian di tempat lainnya, Ibnu al Atsir menjelaskan tentang pohon ‘idhah. Yaitu pohon ummu ghailan[21], dan setiap pohon besar yang berduri[22].

Badruddin al ‘Aini berkata,”Al-Gharqad dengan difathahkan ghain-nya, disukunkan ra’-nya, difathahkan qaf-nya dan di akhirnya huruf dal adalah pohon yang berduri yang tumbuh di situ (pemakaman Baqi’), kemudian pohon tersebut sudah sirna namun namanya tetap ada untuk tempat (pemakaman) tersebut. Al-Ashma’i menyatakan bahwa pohon-pohon gharqad tersebut ditebang pada saat Utsman bin Mazh’un Radhiyallahu ‘anhu dikuburkan di tempat tersebut.”[23]

Sedangkan dalam al Mu’jamul Wasith diterangkan, gharqad adalah pohon yang tingginya antara satu sampai tiga meter. Tergolong spesies terung-terungan, batang dan dahannya berwarna putih, mirip pohon ‘ausaj dari segi daunnya yang lunak dan dahannya yang berduri[24]. Adapun bunganya yang berleher panjang lagi berbau harum, berwarna putih kehijauan[25]. Buahnya berbentuk kerucut dapat dimakan, dikenal juga dengan nama ghardaq.[26]

Abu Zaid al Anshari mengatakan,”Pohon gharqad dapat tumbuh di segala tempat, kecuali di pasir yang panas.”

Adapun disandarkannya pohon gharqad sebagai pohon Yahudi yang akan menjadi tempat persembunyian mereka, ini menunjukkan bahwa, di antara makhluk Allah, meski itu benda-benda mati tak bernyawa, ada yang tidak taat kepada perintah Allah dan melakukan hal yang tidak disukai Allah. Sebagai contoh, yaitu perbuatan sebuah batu yang membawa lari pakaian Nabi Musa Alaihissallam saat beliau mandi, sehingga Musa Alaihissallam memukulnya.[27]

PELAJARAN HADITS
1. Kewajiban mengimani seluruh perkara ghaib yang diberitakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak sah keimanan seseorang sehingga dia mengimaninya.
2. Mukjizat bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena banyak berita ghaib yang beliau sampaikan pada masa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup betul-betul terjadi sesuai kenyataan. Dan yang belum terjadi, pasti akan terjadi, karena berita yang beliau sampaikan adalah haq, berasal dari wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini juga menunjukkan kenabian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah benar.
3. Mengimani tentang hari kiamat dan pasti akan datang.
4. Kiamat diawali dengan tanda-tanda. Kiamat tidak akan terjadi, sehingga seluruh tandanya telah muncul menurut kehendak dan hikmah Allah.
5. Peperangan orang-orang mukmin dengan orang-orang kafir akan tetap ada sampai menjelang datangnya kiamat.
6. Berita gembira tentang puncak kemenangan yang akan diraih kaum Muslimin, yaitu akan memerangi dan membunuh orang-orang Yahudi pada saat menjelang tibanya kiamat. Adapun waktunya, yaitu saat kemunculan Dajjal dan turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam.
7. Hadits ini merupakan berita, bahwa pasukan Yahudi saat itu berada di bawah komando Dajjal. Dan kaum Muslimin bersama Nabi ‘Isa Alaihissallam, hingga Dajjal berhasil dibunuh oleh Nabi ‘Isa Alaihissallam.
8. Persenjataan perang saat itu adalah sebagaimana persenjataan masa lalu, seperti pedang, tombak dan semisalnya.
9. Mengimani bahwa Allah Maha Kuasa untuk menjadikan benda-benda mati berbicara atas kehendakNya.
10. Pohon gharqad adalah pohon Yahudi yang akan dijadikan tempat persembunyian mereka saat terdesak oleh kaum Muslimin.

Wallahu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07-08/Tahun X/1427H/2006M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
______
Footnote
[1] Taqribut Tahdzib, no. 442.
[2] Silahkan merujuk ke risalah tersebut.
[3] Al-Ishabah, 4/316-dst.
[4] Semacam anjungan, berada di serambi Masjid Nabawi. Saat itu sebagai tempat tinggal kaum fakir miskin yang tidak mempunyai rumah.
[5] Syaikh al Albani berkata dalam catatan beliau terhadap Syarhu ‘Aqidatith-Thahawiyyah, halaman 59 : “Dan hadits-hadits tentang itu (munculnya Dajjal) adalah mutawatir …”.
[6] Fat-hul Bari, 6/610. Beliau turun di dekat al Manarah al Baidha (Menara Putih) sebelah timur kota Damaskus. Lihat Shahih Muslim, kitab al Fitan wa Asyrathus-Sa’ah, bab Dzikru ad Dajjal wa Shifatuhu wa ma Ma’ahu, hadits no. 2937, dan yang lainnya.
[7] ‘Umdatul Qari`, 14/199.
[8] Shahih Muslim, kitab al Fitan wa Asyrathus-Sa’ah, bab Dzikru ad Dajjal wa Shifatuhu wa ma Ma’ahu, hadits no. 293. Diriwayatkan pula oleh selainnya. Bab Lud adalah nama sebuah kawasan di dekat Baitul Maqdis.
[9] Shahih Muslim, kitab al Fitan wa Asyrathus-Sa’ah, bab fi Fathi Qusthanthiniyyah wa Khuruj ad Dajjal wa Nuzul ‘Isa Alaihissallam , hadits no. 2897. Lihat risalah Qishshatul-Masihid-Dajjal, halaman 133 dan 144, karya Syaikh al Albani rahimahullah.
[10] Lihat Fat-hul Bari, 6/610.
[11] Mengenai kerasnya permusuhan Yahudi terhadap umat Islam ini telah dikabarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’alal dalam al Qur`an surat al Maidah ayat 82. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik …
[12] HR Abu Dawud, kitab al Buyu’, bab fin-Nahyi ‘anil ‘Inah, hadits no. 3462, dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma. Dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud, no. 3462.
[13] Nailul-Authar, 5/320.
[14] Haula Fiqhil- Waqi’, oleh Syaikh al Albani rahimahullah
[15] Ibid.
[16] Fat-hul Bari, 6/610
[17] Sejenis pohon berduri dari spesies terung-terungan, buahnya bulat seperti batu akik. Lihat al Mu’jam al Wasith, 2/600. Demikian ini pendapat Abu Hanifah rahimahullah
[18] Syarah Shahihi Muslim, 18/36. Lihat pula Lisanul ‘Arab, 3/325
[19] Lihat dalam hadits Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu dalam Shahih al Bukhari, kitab al Janaiz, bab Mau’izhatul Muhaddits ‘indal Qabri wa Qu’udu ash-habihi, hadits no. 1362 dan Shahih Muslim, kitab al Qadr, bab Kaifiyatu Khalqil-Adamiyyi fi Bathni Ummihi …, hadits no. 2647.
[20] An Nihayah fi Gharibil-Hadits, 3/362.
[21] Disebut juga pohon Samur, salah satu jenis pohon besar yang tergolong jenis tanaman Santh. Yaitu dari spesies tanaman yang memiliki buah, berupa biji-biji yang dibungkus kulit yang panjang, tebal, berkantung-kantung dan berwarna coklat. Kira-kira bentuknya seperti buah turi, tetapi berukuran lebih pendek. Tumbuh di daerah beriklim panas, dan banyak ditemukan di Mesir. Lihat al Mu’jamul-Wasith, 2/669, 1/448, 454, 561.
[22] An Nihayah fi Gharibil-Hadits, 3/255.
[23] ‘Umdatul Qari`, 8/188.
[24] Menurut sebagian ikhwah yang pernah melihatnya, dari segi bentuk daun, batang dan rantingnya, mirip pohon cemara tetapi tidak tinggi, yakni lebih pendek. Wallahu a’lam.
[25] Kira-kira bentuknya mirip bunga Turi.
[26] Al Mu’jamul-Wasith, 2/650-651
[27] Lihat kisahnya dalam Shahih al Bukhari, kitab al-Ghusl, bab Man Ightasala Wahdahu ‘Uryanan fil Khulwati wa Man Tasattara, hadits no. 278 dan di dalam kitab Ahaditsul-Anbiya’, bab Hadits al Khidhr ma’a Musa Alaihissallam, hadits no. 3404; Shahih Muslim, kitab al Haidh, bab Jawazul Ightisal ‘Uryanan fil Khulwah, hadits no. 339, dan kitab al Fadhail, bab Min Fadha-il Musa Alaihissallam, hadits no. 339.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/8087-gharqad-pohon-yahudi-2.html